Komunikasi Dakwah di Era Digital: Pergeseran Pesan, Media, dan Pendekatan Humanis

Perkembangan teknologi digital telah membawa perubahan besar dalam cara dakwah disampaikan dan diterima oleh masyarakat. Jika sebelumnya dakwah identik dengan mimbar masjid, majelis taklim, atau siaran radio, kini konten keagamaan hadir melalui platform seperti YouTube, Instagram, TikTok, dan podcast. Perubahan ini menunjukkan bahwa komunikasi dakwah tidak hanya sekadar proses penyampaian pesan, tetapi juga praktik adaptasi terhadap dinamika sosial dan budaya masyarakat modern.

Secara akademik, komunikasi dakwah dipahami sebagai proses interaksi antara komunikator dan komunikan yang bertujuan membangun pemahaman, kesadaran, serta perubahan sikap menuju nilai-nilai Islam. Dakwah bukan hanya aktivitas satu arah, melainkan proses yang melibatkan persepsi, umpan balik, dan partisipasi aktif dari audiens. Dengan demikian, keberhasilan dakwah tidak cukup ditentukan oleh kemampuan retorika dai, tetapi juga sejauh mana ia memahami kebutuhan, kondisi psikologis, serta pola penerimaan informasi audiens.

Transformasi media menjadi salah satu aspek paling signifikan dalam perkembangan dakwah digital. Media sosial menghadirkan ruang baru yang jauh lebih luas dan dinamis dibandingkan media konvensional. Ceramah berdurasi panjang dapat diakses kapan saja melalui YouTube, sementara dakwah singkat yang padat informasi lebih mudah viral melalui TikTok atau Instagram Reels. Kehadiran fitur komentar, live chat, dan pesan langsung menciptakan komunikasi dua arah yang sebelumnya sulit ditemukan dalam dakwah tradisional. Masyarakat tidak lagi hanya menjadi pendengar, tetapi juga peserta aktif yang dapat bertanya, berdiskusi, bahkan mengkritik materi dakwah.

Namun, kemudahan akses ini juga memunculkan tantangan baru. Siapa pun kini dapat menjadi penyampai pesan agama tanpa melalui proses belajar keilmuan yang terstruktur. Demokratisasi dakwah memang membuka kesempatan bagi banyak orang untuk berdakwah, tetapi juga meningkatkan risiko penyebaran informasi keagamaan yang tidak akurat atau cenderung provokatif. Di sinilah pentingnya literasi digital dan etika komunikasi bagi para dai maupun audiens agar dakwah digital tetap berada dalam koridor yang benar.

Dalam konteks pendekatan komunikasi, dakwah digital menuntut gaya penyampaian yang lebih dialogis dan humanis. Pendekatan seperti retorika invitasi menjadi relevan karena menekankan ajakan yang lembut, penghargaan terhadap pengalaman audiens, serta pembukaan ruang dialog yang setara. Berbeda dengan pendekatan yang otoritatif, retorika invitasi berusaha mengajak audiens memahami nilai-nilai Islam melalui proses bersama, bukan dengan paksaan atau intimidasi. Pendekatan humanis ini terbukti lebih diterima terutama oleh generasi muda yang sensitif terhadap otoritas yang terlalu dominan.

Selain itu, para dai juga perlu menyesuaikan bahasa dan gaya komunikasi sesuai karakteristik audiens digital. Generasi Z, misalnya, cenderung menyukai penyampaian yang sederhana, relevan, dan disampaikan melalui contoh-contoh kehidupan sehari-hari. Cerita singkat, analogi ringan, dan tampilan visual yang menarik dapat membantu pesan dakwah tersampaikan secara lebih efektif. Sementara itu, dai yang menyasar generasi dewasa mungkin perlu menggunakan pendekatan yang lebih mendalam, argumentatif, dan terstruktur.

Meskipun peluang dakwah digital sangat besar, tantangannya tidak bisa diabaikan. Persaingan konten di media sosial sangat ketat, dan perhatian audiens mudah teralihkan oleh konten hiburan. Selain itu, fenomena komentar negatif, ujaran kebencian, dan misinformasi dapat menghambat upaya dakwah yang bersifat konstruktif. Tantangan ini menuntut dai untuk memiliki kecakapan komunikasi, ketahanan psikologis, dan kemampuan mengelola media secara profesional.

Pada akhirnya, komunikasi dakwah di era digital bukan hanya soal memindahkan ceramah ke dunia maya, tetapi merupakan proses transformasi yang melibatkan perubahan pesan, media, dan pendekatan. Dakwah modern memerlukan pemahaman mendalam mengenai perilaku audiens, kecakapan teknologi, serta komitmen pada etika komunikasi. Dakwah yang transformatif adalah dakwah yang hadir dengan empati, membuka ruang dialog, serta menawarkan pemahaman agama yang lebih damai, manusia

Ananda nabila Nur Atifa 5A

Tidak ada komentar

© all rights reserved
made with by templateszoo