Vokaloka, Bandung - Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia menghadapi krisis pengelolaan sampah yang semakin serius. Data SIPSN 2025 mencatat timbulan sampah mencapai 37,22 juta ton per tahun dengan 67,73% belum terkelola, sementara KLHK menyebut produksi harian telah mencapai 140 ribu ton namun pengelolaan baru 15%. Angka ini menunjukkan gunungan sampah tumbuh jauh lebih cepat daripada kemampuan negara menanganinya.
Terlihat jelas di lapangan, terutama pada TPA di berbagai daerah yang hampir penuh. Warga di sekitar TPA mengeluhkan bau menyengat, potensi longsor sampah, serta polusi udara dari pembakaran terbuka. Kota besar seperti Semarang dan Surabaya juga mencatat peningkatan sampah rumah tangga, sedangkan fasilitas daur ulang belum mampu mengikuti arus pembuangan.
Kondisi ini bukan hanya merusak estetika kota, tetapi juga mengancam kualitas hidup masyarakat. Sampah yang berakhir di TPA terbuka mencemari tanah, air, dan udara. Minimnya pemilahan sampah, maraknya plastik sekali pakai, dan kurangnya insentif bagi produsen memperparah situasi, sementara ancaman mikroplastik semakin nyata bagi kesehatan.
Krisis sampah juga mencerminkan lemahnya sistem pengelolaan lingkungan. Target pemerintah mengelola 51% sampah pada 2025 belum sejalan dengan fakta bahwa pengelolaan baru mencapai 15%. Di sisi lain, produsen masih memproduksi plastik sekali pakai secara masif, membuat perubahan perilaku masyarakat berjalan lambat.
Perubahan harus dimulai sekarang dengan melibatkan seluruh pihak. Masyarakat perlu menghindari kebiasaan "pakai lalu buang", pemerintah harus memperkuat infrastruktur dan pengawasan, dan produsen wajib bertanggung jawab atas kemasan yang mereka hasilkan. Jika tidak, risiko kesehatan dan kerusakan lingkungan akan terus meningkat.
Pada kondisi seperti ini dipererlukan langkah yang konkret, seperti memperluas TPS 3R, menguatkan bank sampah, serta memperbarui TPA menjadi sanitary landfill agar tidak mencemari lingkungan. Penegakan kebijakan EPR harus lebih ketat, sementara masyarakat dapat mulai mengurangi plastik, memilah sampah, dan mendukung produk ramah lingkungan. Inovasi seperti waste-to-energy dan plastik biodegradable juga perlu diperkuat.
Indonesia saat ini berada pada titik kritis. Jika perubahan dilakukan sekarang secara kolektif, peluang keluar dari krisis sampah masih terbuka. Namun jika dibiarkan, sampah bisa menjadi bencana ekologis yang jauh lebih besar di masa depan.
Reporter : Lutfiah Nurrahma Faisal KPI 5 B
Tidak ada komentar
Posting Komentar