VOKALOKA.COM, Bandung – Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah (Dispusipda) Jawa Barat telah menerapkan teknologi Radio Frequency Identification (RFID) Gate System untuk menjaga keamanan koleksi bacaan. Sistem ini telah beroprasi sejak tahun 2013 yang memungkinkan mendeteksi buku-buku tanpa proses peminjaman resmi melalui sensor di pintu keluar perpustakaan.
Andhika Selaku pustakawan bidang Information Technology (IT) mengungkapkan penerapan RFID menjadi salah satu bentuk modernisasi layanan perpustakaan di Jawa Barat. Setiap buku yang dimiliki Dispusipda kini dilengkapi dengan chip khusus yang terhubung dengan sistem keamanan. Jika ada buku yang dibawa keluar tanpa melalui prosedur peminjaman, sensor otomatis di pintu keluar akan memberikan peringatan namun jika sudah dipinjam chip tersebut otomatis akan non-aktif.
"Jadi ada istilahnya tattle-tape strip sebuah penanda yang ditanam di buku, jadi kalo bukunya sudah dipinjam itu akan non aktif, jadi kalau keluar dari gate nya itu dia tidak berbunyi," ujarnya.
Berbanding terbalik dengan perpustakaan provinsi Jawa Barat, perpustakaan di tingkat sekolah masih jauh dari fasilitas serupa. Di SMAN 1 Cileunyi, pengelolaan keamanan koleksi buku masih dilakukan secara manual, dengan pencatatan sederhana dan pengawasan langsung dari pustakawan.
"Untuk proses administrasi dan pencatatan buku disini masih manual ya, harus menulis di kartu perpustakaan misal, 'bu mau pinjam' baru kita catat, belum ada yang secara khusus entry data di komputer." Ujar Nita Novita Permatasari selaku kepala perpustakaan di SMAN 1 Cileunyi.
Belum dilengkapinya perpustakaan sekolah dengan teknologi RFID disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, keterbatasan anggaran yang membuat pengadaan perangkat teknologi belum menjadi prioritas utama. "Untuk pendanaan kita belum ada anggaran untuk sistem keamanan, paling CCTV ya sudah ada, untuk sistem yang tadi disebutkan kami belum ada pembahasan kesitu," ungkap Nita.
Kedua, karena pengunjung perpustakaan ini hanya terbatas pada siswa dan guru sekolah saja, fokus pengembangan sekolah lebih diarahkan pada sarana pembelajaran lain yang dianggap lebih mendesak daripada pengayaan sistem keamanan RFID. Jumlah koleksi buku di perpustakaan sekolah yang relatif lebih sedikit dibandingkan perpustakaan daerah juga dijadikan alasan, sehingga kebutuhan sistem keamanan modern dianggap belum terlalu diutamakan.
Nita menambahkan, meski kondisi tersebut membuat pengawasan harus secara manual oleh petugas, pihaknya tetap berusaha menjaga koleksi sebaik mungkin. Namun ia tidak menampik adanya potensi kehilangan buku karena keterbatasan tenaga pengawas. "Kalau ada mesin kayak di Dispusipda, tentu akan sangat membantu. Kami kan tidak bisa mengawasi 24 jam penuh, apalagi koleksi ini dipakai banyak siswa setiap harinya," uangkapnya.
Terakhir, kepala perpustakaan SMAN 1 Cileunyi juga berharap adanya dukungan dari perpustakaan daerah provinsi Jawa Barat atau pemerintah untuk memberikan edukasi mengenai pengelolaan perpustakaan baik dari sistem peminjaman, pengembalian bahkan dari sistem keamanan.
Reporter: Asep Setiawan & Fereel Muhamad Irsyad A / KPI 5A
Andhika Selaku pustakawan bidang Information Technology (IT) mengungkapkan penerapan RFID menjadi salah satu bentuk modernisasi layanan perpustakaan di Jawa Barat. Setiap buku yang dimiliki Dispusipda kini dilengkapi dengan chip khusus yang terhubung dengan sistem keamanan. Jika ada buku yang dibawa keluar tanpa melalui prosedur peminjaman, sensor otomatis di pintu keluar akan memberikan peringatan namun jika sudah dipinjam chip tersebut otomatis akan non-aktif.
"Jadi ada istilahnya tattle-tape strip sebuah penanda yang ditanam di buku, jadi kalo bukunya sudah dipinjam itu akan non aktif, jadi kalau keluar dari gate nya itu dia tidak berbunyi," ujarnya.
Berbanding terbalik dengan perpustakaan provinsi Jawa Barat, perpustakaan di tingkat sekolah masih jauh dari fasilitas serupa. Di SMAN 1 Cileunyi, pengelolaan keamanan koleksi buku masih dilakukan secara manual, dengan pencatatan sederhana dan pengawasan langsung dari pustakawan.
"Untuk proses administrasi dan pencatatan buku disini masih manual ya, harus menulis di kartu perpustakaan misal, 'bu mau pinjam' baru kita catat, belum ada yang secara khusus entry data di komputer." Ujar Nita Novita Permatasari selaku kepala perpustakaan di SMAN 1 Cileunyi.
Belum dilengkapinya perpustakaan sekolah dengan teknologi RFID disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, keterbatasan anggaran yang membuat pengadaan perangkat teknologi belum menjadi prioritas utama. "Untuk pendanaan kita belum ada anggaran untuk sistem keamanan, paling CCTV ya sudah ada, untuk sistem yang tadi disebutkan kami belum ada pembahasan kesitu," ungkap Nita.
Kedua, karena pengunjung perpustakaan ini hanya terbatas pada siswa dan guru sekolah saja, fokus pengembangan sekolah lebih diarahkan pada sarana pembelajaran lain yang dianggap lebih mendesak daripada pengayaan sistem keamanan RFID. Jumlah koleksi buku di perpustakaan sekolah yang relatif lebih sedikit dibandingkan perpustakaan daerah juga dijadikan alasan, sehingga kebutuhan sistem keamanan modern dianggap belum terlalu diutamakan.
Nita menambahkan, meski kondisi tersebut membuat pengawasan harus secara manual oleh petugas, pihaknya tetap berusaha menjaga koleksi sebaik mungkin. Namun ia tidak menampik adanya potensi kehilangan buku karena keterbatasan tenaga pengawas. "Kalau ada mesin kayak di Dispusipda, tentu akan sangat membantu. Kami kan tidak bisa mengawasi 24 jam penuh, apalagi koleksi ini dipakai banyak siswa setiap harinya," uangkapnya.
Terakhir, kepala perpustakaan SMAN 1 Cileunyi juga berharap adanya dukungan dari perpustakaan daerah provinsi Jawa Barat atau pemerintah untuk memberikan edukasi mengenai pengelolaan perpustakaan baik dari sistem peminjaman, pengembalian bahkan dari sistem keamanan.
Reporter: Asep Setiawan & Fereel Muhamad Irsyad A / KPI 5A
1 komentar
lanjutkan perjuanganmu nak
Posting Komentar