Komunikasi Asertif Sebagai Upaya Mencegah Perundungan

Kasus bullying atau perundungan di Indonesia terus menunjukkan tren peningkatan dan kini menjadi salah satu isu serius bagi dunia pendidikan serta perlindungan anak. Berdasarkan pernyataan menteri sosial, hampir 40% kasus bunuh diri disebabkan oleh perundungan di lingkungan sekolah. Ini bukan sekadar angka, di balik itu, banyak korban perundungan yang memilih diam karena takut, malu, atau tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan ketidaknyamanannya.

Dalam konteks ini, komunikasi asertif dapat menjadi solusi untuk mencegah perundungan. Komunikasi asertif bukan semata soal berani berkata "tidak" atau menyuarakan pendapat tanpa takut. Lebih jauh, komunikasi asertif adalah kemampuan seseorang untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kebutuhan secara jujur dan jelas, tanpa menyakiti orang lain dan juga tanpa membiarkan diri sendiri terinjak. Dengan kata lain, komunikasi ini memberi ruang bagi setiap individu untuk menjaga hak dan harga dirinya, sekaligus menjaga hubungan yang sehat dengan orang lain.

Ketika seseorang, khususnya anak atau remaja, diajarkan dan didorong untuk berkomunikasi dengan asertif, ia akan lebih mudah menyampaikan ketidaksukaan atau ketidakadilan yang dialaminya. Alih-alih diam dan tenggelam dalam tekanan atau intimidasi, mereka memiliki keberanian untuk mengatakan, "Saya tidak suka," atau "Tolong berhenti," dengan cara yang tegas namun tetap menghormati lawan bicaranya. Hal ini dapat memperkecil ruang bagi pelaku untuk melanjutkan tindakan perundungan.

Selain itu, komunikasi asertif juga mampu menumbuhkan empati dan kesadaran sosial. Ketika seseorang memahami bahwa menyampaikan perasaan bukan berarti menyerang, orang lain pun cenderung lebih peka dan menghargai batasan-batasan yang ada. Di lingkungan sekolah misalnya, guru dan sesama murid bisa menjadi agen perubahan yang mengajarkan dan mencontohkan sikap asertif. Dengan ini, perundungan bukan hanya dilawan dari sisi korban, tapi juga dari sisi pelaku dan lingkungan yang mendukung.

Namun, praktik komunikasi asertif bukan hal yang mudah, terutama di lingkungan yang selama ini membudayakan kekerasan verbal atau dominasi. Dibutuhkan proses pembelajaran dan keteladanan yang konsisten. Orang tua, guru, dan komunitas harus aktif membangun ruang aman untuk dialog terbuka, di mana setiap suara didengar tanpa takut dihakimi. Mengingat komunikasi adalah jembatan utama dalam hubungan antar manusia, memperbaikinya berarti membangun fondasi kuat untuk lingkungan yang lebih ramah dan bebas dari perundungan.

Pada akhirnya, mencegah perundungan bukan hanya soal menghentikan tindakan kasar secara fisik maupun verbal. Lebih dalam dari itu, pencegahan efektif dimulai dari kemampuan kita berkomunikasi secara asertif: melindungi diri, menghargai orang lain, dan menjaga keharmonisan bersama. Dengan komunikasi seperti ini, setiap individu punya kesempatan untuk hidup dengan rasa aman dan dihormati, tanpa harus merasa terancam oleh ancaman atau intimidasi.

Reporter: Haifa Nailah

Tidak ada komentar

© all rights reserved
made with by templateszoo