Ia bukan anak kost. Tantia adalah seorang mahasiswi komuter yaitu sebutan untuk mahasiswa yang memilih pulang-pergi dari rumah ke kampus setiap hari. Hidupnya diwarnai ritme yang nyaris sama setiap harinya mulai berangkat sebelum matahari naik, pulang ketika cahaya senja telah memudar. Satu setengah jam di jalan bukan hal asing baginya. Bahkan, ketika Bandung diguyur hujan dan banjir merendam kawasan Dayeuh kolot, Tantia harus rela menempuh rute lebih jauh melewati Baleendah yang memakan waktu dua hingga tiga jam dikarenakan macet, hanya agar bisa tetap hadir di kelas.
"Capek pasti, tapi aku sudah terbiasa. Kadang kalau macet, aku harus bersabar lebih karena ini demi akademikku yang memang semuanya perlu proses dan usaha," ujarnya sambil tersenyum kecil. Senyum yang sederhana, tapi di baliknya tersimpan keteguhan luar biasa.
Menjadi mahasiswa komuter berarti berdamai dengan jarak, waktu, dan keadaan. Bagi sebagian orang, satu setengah jam perjalanan mungkin terasa membuang waktu, tapi bagi Tantia, setiap kilometer adalah bentuk tanggung jawab atas pilihan hidupnya. Ia sadar, tidak semua bisa tinggal dekat kampus. Ada yang memilih bertahan di rumah karena alasan ekonomi, ada pula karena rasa nyaman bersama keluarga. Untuk Tantia sendiri alasan ia tetap memilih bertahan di rumah karena alasan ingin menemani orang tuanya agar tidak jauh dari sang anak.
Namun, di balik keputusan itu, ada konsekuensi yang tidak ringan seperti kelelahan fisik, waktu istirahat yang terbatas, dan peluang terlewat dalam kegiatan kampus. Tapi justru dari situlah Tantia belajar arti kedewasaan. "Aku jadi lebih menghargai waktu. Setiap hari itu berharga, nggak boleh disia-siakan bahkan aku punya jadwal tersendiri yang aku catat dalam aktivitasku agar semua aktivitas tertata," tuturnya lirih.
Bagi Tantia, perjalanan menuju kampus hingga kembali ke rumah bukan sekadar rutinitas, tapi juga ruang refleksi. Di tengah deru kendaraan dan hiruk-pikuk jalan raya, ia sering menemukan pembelajaran hidup dari hal-hal yang membuatnya banyak bersyukur ditengah banyaknya orang-orang kecil yang ia temui diperjalanan. Ia percaya, setiap perjuangan akan membawanya lebih kuat. "Aku belajar bahwa lelah nggak selalu buruk. Kadang dari rasa lelah itu kita bisa tahu seberapa besar usaha kita buat sampai ke tujuan," katanya dengan nada penuh keyakinan.
Kini, Tantia tak lagi sekadar menempuh perjalanan menuju kampus, tapi juga menempuh perjalanan menuju kedewasaan. Di balik helm dan jaket motornya, tersimpan semangat yang tak mudah padam, semangat seorang mahasiswi yang membuktikan bahwa jarak tak akan pernah menghalangi tekad untuk belajar dan bertumbuh.
Reporter : Eva Dwi Fajar, KPI/5B
Tidak ada komentar
Posting Komentar