Surat pembaca

Darurat Sampah Plastik di Lingkungan Kami Kecamatan Cileunyi

Saya warga Kecamatan Cileunyi yang akhir-akhir ini merasa sangat resah dengan kondisi sampah plastik di lingkungan kami. Hampir setiap pagi selokan di depan rumah dipenuhi bungkus makanan, kantong belanja sekali pakai, dan kemasan minuman. Kondisi ini begitu sering terjadi sampai-sampai warga seolah sudah menganggapnya hal biasa. Padahal, data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan bahwa Indonesia menghasilkan lebih dari 60 juta ton sampah per tahun, dan 18–20% di antaranya adalah plastik. Angka tersebut bukan hanya statistik; sebagian dari plastik itu mengalir di depan rumah kami, menyumbat saluran air, dan akhirnya menimbulkan banjir kecil setiap kali hujan turun.

Masalah ini tidak hanya soal estetika lingkungan. Plastik tidak mudah terurai. Kantong plastik membutuhkan 20–100 tahun untuk terdegradasi, sementara botol plastik bisa bertahan lebih lama. Ketika warga memilih membakar plastik karena merasa tidak ada solusi lain, asapnya mengandung senyawa dioksin, furan, dan benzena yang dapat memicu gangguan pernapasan. Menurut WHO, paparan jangka panjang senyawa tersebut berpotensi menyebabkan penyakit kronis seperti gangguan sistem imun bahkan kanker. Hal ini bukan isu abstrak; beberapa tetangga saya mengeluh batuk berkepanjangan saat musim kemarau, terutama ketika banyak orang membakar sampah di halaman.

Saya memahami bahwa masalah ini tidak mudah diselesaikan karena bukan hanya persoalan perilaku, tetapi juga fasilitas. Di RW kami, tempat sampah umum hanya tersedia di jalan utama, jauh dari area pemukiman padat. Akibatnya, sebagian warga memilih membuang sampah ke selokan atau ke kebun kosong. Padahal, solusi sederhana seperti bank sampah atau tempat pengumpulan khusus plastik telah terbukti efektif di banyak daerah. Di Kota Malang, misalnya, bank sampah berhasil mengelola lebih dari 500 ton sampah per tahun dan memberikan insentif finansial bagi masyarakat. Mengapa model seperti itu tidak dicoba di daerah kami?

Saya tidak bermaksud menyalahkan satu pihak. Pemerintah daerah, RT/RW, dan warga harus bergerak bersama. Pemerintah dapat menambah titik pengumpulan sampah terpisah dan memberikan edukasi mengenai kesehatan lingkungan. RT dan RW bisa mendorong program bank sampah atau kerja bakti rutin membersihkan saluran air. Sementara itu, kita sebagai masyarakat mulai dari perubahan kecil membawa tas belanja sendiri, mengurangi plastik sekali pakai, dan paling penting tidak membuang sampah ke selokan.

Lingkungan tempat tinggal bukan milik satu orang, tetapi ruang hidup bersama. Dampak sampah plastik tidak akan hilang hanya karena kita menutup mata. Semoga melalui surat ini lebih banyak pihak sadar bahwa ini bukan sekadar soal kebersihan, tetapi keselamatan dan kesehatan warga. Terima kasih atas kesempatan yang diberikan

Fikri Syahrul Mubarok KPI/5A


Tidak ada komentar

© all rights reserved
made with by templateszoo